Studi Banding DPR RI Ke Spanyol Nonton Pertandingan El Clasico Barcelona vs Real Madrid

Studi Banding DPR: Wisata, Belanja, Umroh, dan El Clasico
Djoko yang juga bekas anggota DPR mengatakan, ada sejumlah negara yang menjadi tujuan favorit anggota Dewan untuk studi banding. Pertama, adalah kawasan Amerika Utara yang meliputi Amerika Serikat (AS), Kanada dan wilayah lainnya.

Kedua, kawasan Eropa Barat yang mencakup Swiss, Belanda, Inggris, Prancis, dan jerman. Terakhir adalah wilayah Asia Pasifik seperti Australia, Jepang, Korea dan China. Sebagian ada juga yang ke Timur Tengah, seperti Arab Saudi dan Mesir.

“Ciri khasnya, biasanya negara yang dipilih adalah negara mapan atau maju. Jadi studinya bisa diisi dengan kegiatan sampingan seperti belanja atau berwisata,” kata Djoko.

“Dalam jumlah yang sedikit ada yang ke Timur Tengah, Arab Saudi dan Mesir. Tapi itu ujung-ujungnya umroh atau wisata,” sambungnya.

Djoko yang pernah duduk sebagai anggota DPR ini menilai, anggaran untuk studi banding meningkat sejak tahun 2009. Karena itu, kunjungan pun semakin ramai, meski tanpa arah yang jelas. (ini tentu berdasarkan pengalaman beliau saat menjadi anggota DPR-RI periode 2004-2009 lalu, @TS).

Politisi PAN ini mengaku heran karena tidak pernah ada kabar studi banding atau kunjungan ke negara-negara miskin di Afrika. Padahal, untuk mencari sebuah perbandingan, tidak melulu harus dari negara maju.

“Catatan saya hampir-hampir tidak pernah ke negara-negara Afrika, untuk membandingkan kenapa mereka miskin dan tetap miskin. Kolega saya duta besar di Etiopia atau Amerika Latin termasuk jarang menerima, termasuk Zimbabwe, Sudan, dan negara lain seperti Chile, Per dan sebagainya jarang,” paparnya.

Sementara Wakil Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas-FITRA), Yuna Farhan bahkan menduga, anggota Dewan yang ingin studi banding ke Spanyol, jangan-jangan cuma untuk menonton El Clasico Barcelona vs Real Madrid.

“Bisa jadi, kan sebentar lagi Barcelona dan Madrid akan berduel di Laga Champions, jangan-jangan mereka mau nonton El Clasico dengan alasan studi banding,” kata Yuna sambil tertawa.
http://monitorindonesia.com/2011/04/...an-el-clasico/

Dubes Djoko Susilo Bikin Panas DPR-RI
Duta Besar R.I. di Swiss, Djoko Susilo kini rame-rame di"kerubut"i anggota DPR-RI. Reaksi keras disampaikan atas kritiknya terhadap studi banding ke luar negeri anggota DPR-RI.

Tak kurang Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar Priyo Budi Santoso, Ketua Fraksi Partai Demokrat M. Jafar Hafsah, Ketua Fraksi PPP Hasrul Azwar dan Akbar Faisal dari Hanura memberikan reaksi. Reaksi keras DPR-RI tampaknya akan berbuntut panjang. DPR-RI bakal mengevaluasi dan memangkas anggaran seluruh diplomat yang dinilai tak produktif.

Djoko Susilo, mantan Komisi I-DPR ketika diwawancarai televisi belum lama ini mengeritik studi banding anggota DPR-RI yang katanya 90 persen tak bermanfaat. Bahkan ia mensinyalir tak sedikit anggota DPR yang saat studi banding lebih banyak menggunakan waktunya untuk plesiran.

Kritik Djoko Susilo sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Ribut-ribu soal studi banding ke luar negeri DPR-RI sudah lama berkembang dan terjadi di masyarakat.. Bahkan masyarakat menggugat dengan melakukan unjuk rasa. Tokoh masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melancarkan kritik pedas dan protes terhadap kegiatan studi banding ke luar negeri anggota DPR-RI. Studi banding itu dianggap hanya menghambur-hamburkan uang negara. Begitu banyak dan gencarnya kritik dan protes dilancarkan, DPR-RI seakan membisu. Orang bilang sudah berbusa-busa mulut menuntut ditiadakannya studi banding ke luar negeri, DPR-RI tetap tak peduli. Bahkan DPR seakan menantang. Di saat-saat mengakhiri masa sidangnya beberapa waktu lalu, studi banding ke luar negeri rame-rame tetap dilakukan. Negara yang dikunjungi negara favorit seperti Inggeris, Amerika , Jepang dan Eropa. Alasannya sederhana, sudah terjadual.

Tapi ketika keluar pernyataan tentang studi banding dari seorang duta besar, maka ceritanya menjadi lain. Djoko Susilo yang pernah jadi wartawan dan kini Dubes RI di Swiss mengatakan studi banding ke luar negeri anggota DPR-RI itu 90 persen tak bermanfaat. Hasrul Azwar cepat bereaksi mengatakan sebagai mantan anggota DPR-RI tak sepatutnya melontarkan kritik seperti itu. Tidak etis. Itu keterlaluan. Presiden SBY perlu menegurnya. Hasrul minta Djoko tak berburuk sangka. Fraksi PPP ketat memberikan izin anggotanya untuk studi banding, katanya. Jafar Hafsah mengatakan kritik Djoko tidak pantas. Duta Besar yang mengatur jadual bertemu dengan presiden, perdana menteri, parlemen dan pengusaha. Dubes yang "menasehati" kegiatan kita, kata Jafar Hafsah.

Reaksi cukup keras diberikan Priyo Budi Santoso. Wakil Ketua DPR-RI itu bahkan tak segan-segan mengeluarkan sinyal, DPR bakal mengevaluasi dan memangkas anggaran seluruh diplomat yang dinilai tidak produktif. Djoko dikatakannya termasuk yang tak produktif. Priyo mengaku banyak dapat telepon dari anggota DPR untuk mengevaluasi keberadaan diplomat Indonesia.

Sebenarnya kritik ataupun potes terhadap studi banding ke luar negeri anggota DPR-RI adalah wajar. Hanya saja karena yang melakukannya seorang dubes, maka hal itu dianggap tidak etis. Meski bukan merupakan hal baru, tapi bagi masyarakat luas, kritik Djoko Susilo punya arti tersendiri. Lepas dari kurang eloknya kritik dilakukan seorang dubes kepada DPR, paling tidak hal itu sedikit banyak menyentakkan lembaga legislatif itu. Pantas dan wajar DPR-RI memberikan reaksi.

Hanya saja pernyataan Priyo Budi Santoso yang mengatakan DPR akan mengevaluasi kerja diplomat Indonesia yang dinilai tidak produktif, termasuk memangkas anggarannya dapat dianggap berlebihan. Mudah-mudahan pernyataan itu hanya "slip of the tounge" saja, dan bukan menunjukkan sikap "balas dendam".

Barangkali ada yang berkata, untung ada Dubes Djoko Susilo, kalau tidak, DPR-RI bisa akan terus terlena dengan studi banding ke luar negeri yang sudah lama bikin masyarakat muak. Masyarakat sekarang menunggu, apakah kritik itu akan membawa pengaruh kepada kinerja DPR-RII Ataukah Djoko Susilo akan ditarik dari tugasnya sebagai Duta Besar RI di Swiss? Kalaupun iya, bagi Djoko Susilo rasanya tak jadi masalah. Ia bisa kembali menjadi wartawan.